Strategi Realistis: Mengatur Dana Darurat Walau Berpenghasilan Rendah

Dana darurat sering dianggap sebagai “barang mewah” yang hanya bisa dijangkau oleh mereka yang berpenghasilan besar. Padahal, dana darurat justru sangat krusial bagi Anda yang berpenghasilan rendah. Ketika penghasilan pas-pasan, satu kali pengeluaran tak terduga (misalnya biaya kesehatan mendadak, atau kerusakan motor) bisa langsung menjerumuskan Anda ke dalam utang berbunga tinggi.

Berikut adalah panduan dan strategi praktis untuk membangun dana darurat, terlepas dari kecilnya penghasilan Anda.

1. Tentukan Target yang Realistis

Lupakan target ideal 3 hingga 6 kali pengeluaran bulanan. Bagi Anda yang berpenghasilan rendah, mulailah dengan target yang lebih kecil dan mudah dicapai. Tidak perlu melihat besar atau kecil nominal yang akan kamu kumpulkan, mulai lah dari berapapun nominalnya. 

2. Pangkas Pengeluaran Non-Wajib (Sekecil Apa Pun)

Saat penghasilan terbatas, setiap rupiah sangat berarti. Lakukan audit pengeluaran ketat selama satu bulan.

  • Hilangkan Biaya yang Tersembunyi: Apakah ada layanan berlangganan (aplikasi streaming, langganan data yang berlebihan) yang sebenarnya jarang Anda gunakan? Batalkan.
  • Masak Sendiri: Memasak makanan sendiri jauh lebih hemat daripada membeli makanan siap saji atau jajanan di luar. Anggap memasak sebagai strategi wajib, bukan pilihan.

Contoh Realistis: Jika Anda bisa menghemat Rp 5.000 per hari dari jajan, dalam sebulan Anda sudah mengumpulkan Rp 150.000 yang bisa langsung dialokasikan untuk dana darurat.

3. Terapkan Metode Anggaran 50/30/20 (Modifikasi)

Model anggaran 50/30/20 seringkali sulit diterapkan. Adaptasi agar lebih sesuai dengan kondisi penghasilan rendah:

  • 80% Kebutuhan Wajib: Alokasikan maksimal 80% dari gaji Anda untuk kebutuhan primer (sewa, cicilan, makanan, transportasi).
  • 10% Dana Darurat & Tabungan: Jadikan ini sebagai komponen wajib bayar pertama setelah menerima gaji. Pindahkan 10% ini segera setelah gajian sebelum Anda menggunakannya.
  • 10% Keinginan/Sosial: Sisanya bisa digunakan untuk hiburan atau reward diri sendiri, tetapi fleksibel. Jika anggaran 80% masih terlalu ketat, utamakan porsi Dana Darurat (misalnya minimal 5%), lalu sisanya untuk kebutuhan.

4. Cari Penghasilan Tambahan (Sampingan)

Jika penghematan sudah maksimal, satu-satunya cara untuk mempercepat dana darurat adalah dengan menambah pemasukan.

  • Jual Barang Bekas: Jual barang-barang yang tidak lagi Anda gunakan di rumah (pakaian, elektronik lama, buku) untuk mendapatkan dana lump sum yang bisa langsung dimasukkan ke dana darurat.
  • Pekerjaan Sampingan Kecil: Cari pekerjaan part-time atau freelance yang tidak terlalu menguras waktu, seperti mengisi survei online, menjadi penerjemah lepas, atau menerima jasa antar barang di lingkungan sekitar.

5. Pisahkan dan Kunci Dana Darurat

Dana darurat harus sulit diakses agar tidak terpakai untuk hal-hal yang tidak darurat.

  • Rekening Terpisah: Simpan dana darurat di rekening bank yang berbeda dengan rekening gaji harian Anda.
  • Instrumen Low Risk: Setelah target starter pack tercapai, pertimbangkan untuk menyimpannya di tabungan digital atau reksadana pasar uang yang mudah dicairkan, tetapi tidak langsung terlihat di saldo harian Anda.

Membangun dana darurat saat berpenghasilan rendah adalah tentang disiplin, prioritas, dan konsistensi, bukan tentang nominal yang besar. Mulailah dari nominal terkecil hari ini, dan Anda akan selangkah lebih siap menghadapi masa depan finansial yang tak terduga. Dengan perencanaan yang bijak dan dukungan solusi keuangan yang tepat, kondisi darurat tidak lagi menakutkan dan hidup bisa terasa lebih aman dan  tenang.

Leave a Reply