Demo Agustus 2025: Pasar Saham Berdarah, IHSG Anjlok Tertekan Sentimen Negatif

Gejolak di Pasar Modal: Dampak Demonstrasi Agustus 2025 Terhadap Penurunan Harga Saham

Pasar modal seringkali digambarkan sebagai barometer perekonomian suatu negara. Di Indonesia, gejolak politik dan sosial, seperti aksi demonstrasi besar, acap kali memberikan dampak langsung pada pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal ini kembali terlihat pada akhir Agustus 2025, di mana serangkaian demonstrasi yang terjadi di berbagai kota besar di Indonesia memicu koreksi tajam di pasar saham.

Kekhawatiran Investor dan Panic Selling

Aksi demonstrasi yang memanas, khususnya yang terjadi di Jakarta, memicu kekhawatiran serius di kalangan investor, baik domestik maupun asing. Sentimen negatif ini terutama dipicu oleh kekerasan dan kerusuhan yang meluas, mengancam stabilitas politik dan keamanan.

Pada perdagangan Jumat, 29 Agustus 2025, sentimen negatif tersebut mencapai puncaknya. IHSG anjlok hingga 1,53% dan ditutup di level 7.830,49. Penurunan ini menjadi pelemahan harian paling tajam sepanjang bulan Agustus. Aksi jual besar-besaran atau panic selling terjadi, menyebabkan 610 saham anjlok dan hanya 122 saham yang berhasil menguat. Nilai jual bersih investor asing juga tercatat mencapai Rp1,12 triliun pada hari itu, menandakan aliran dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia.

Sektor-Sektor yang Paling Tertekan

Penurunan IHSG tidak merata, beberapa saham unggulan (blue-chip) dan sektor tertentu menjadi pemberat utama indeks. Saham perbankan seperti BBCA dan BBRI, yang memiliki kapitalisasi pasar besar, mengalami tekanan jual yang signifikan. Saham BBCA misalnya, turun 3% ke level Rp8.075 per saham, memberikan beban yang sangat besar terhadap IHSG.

Selain perbankan, saham di sektor energi dan petrokimia juga ikut terkoreksi, seperti Barito Renewables Energy (BREN) dan Chandra Asri Pacific (TPIA). Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap potensi terganggunya rantai pasokan dan aktivitas ekonomi akibat kerusuhan.

Dampak Jangka Pendek dan Potensi Jangka Panjang

Meskipun penurunan IHSG terbilang tajam, beberapa analis meyakini bahwa dampak ini bersifat jangka pendek dan merupakan respons sesaat terhadap sentimen negatif. Dalam situasi seperti ini, sentimen pasar seringkali lebih dominan daripada fundamental ekonomi. Beberapa faktor ekonomi makro seperti inflasi yang masih terkendali dan neraca perdagangan yang surplus pada Agustus 2025 menunjukkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih relatif kuat.

Namun, potensi gejolak lanjutan, terutama jika demonstrasi terus berlanjut atau memanas, dapat menahan investor untuk kembali masuk ke pasar. Kepercayaan investor sangat bergantung pada stabilitas politik dan kepastian hukum. Jika kondisi membaik, dana asing yang sempat keluar kemungkinan besar akan kembali masuk, seiring dengan fundamental ekonomi yang solid.

Pada akhirnya, pasar modal adalah cerminan dari ekspektasi dan sentimen. Meskipun fundamental ekonomi Indonesia kuat, ketidakpastian politik dan sosial dapat menciptakan volatilitas yang tidak bisa dihindari. Investor perlu tetap waspada dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang mendalam, tidak hanya didasarkan pada kepanikan sesaat.

Leave a Reply